Laman

Senin, 30 September 2013

Kemana arah pendidikan anak kita


Ust.H.Thohari, S.Pd.I (Aleg DPRD Kab Purworejo dari PKS)
Pendidikan merupakan salah satu dari kebutuhan mendasar manusia yang selalu
diperlukan di sepanjang hidupnya. Lewat pendidikan yang tepat, manusia bisa meraih cita-
cita luhur dan jalan kebahagiaan di dunia maupun di akhirot. Tentu yang dimaksudkan
adalah upaya pengembangan dan aktualisasi potensi internal manusia untuk mencapai
tujuan ideal. Rasulullah saw menuturkan, "Masyarakat adalah khazanah seperti emas dan
perak". Oleh karena itu, dengan landasan pendidikan yang tepat dan mendasar, potensi
tersembunyi dalam dirinya akan berkembang.
Islam menjadikan pendidikan sebagai pondasi untuk memberikan petunjuk dan

1. yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam
2. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Berdasarkan, ayat diatas jelas bahwa Alloh adalah pendidik dan guru bagi seluruh
manusia. Dialah yang mengatur dan mengelola alam semesta ini,maka orentasi pendidikan
adalah agar manusia menghamba kepada Alloh.
Demikian juga dengan para nabi, mereka adalah guru besar umat manusia di
sepanjang sejarah, dalam surat Ali Imran, ayat 164, Allah berfirman, "Sungguh Allah Telah
memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka
seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat
Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka AlKitab dan Alhikmah.
dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam
kesesatan yang nyata."
Kondisi pendidikan kita
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dengan jelas diungkapkan bahwa
tangung jawab Negara adalah “Mencerdaskan kehidupan bangsa”. Kita sebagai warga
bangsa baik, sangat layak untuk bertanya apakah cita-cita itu sudah tercapai ,pertanyaan
tersebut membutuhkan kerja nyata tidak hanya jawaban diplomasi.
Kurikulum pendidikan yang diterapkan di negeri ini benar-benar memperlihatkan
kecorenganya, sebagai contoh apa yang ditemukan di SD Sodong, kecamatan
Cikalongkulon, Cianjur. beberap saat yang lalu cukup menghebohkan pemerhati
pendidikan, begitu juga perhatian orang tua terkuras, Pendidikan seks berbalut Kesehatan
Reproduksi, kini tengah merambah usia anak-anak.
Buku Lembar Kerja Siswa (LKS) yang tidak sesuai peruntukkan kembali muncul. LKS
untuk murid Kelas V SD/MI itu diduga berbau pornografi dan dinilai tidak tepat bagi murid
sekolah dasar.
Dalam LKS mata pelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan terdapat kalimat-
kalimat dan kata yang menyebutkan organ vital pria dan wanita yang dinilai belum tepat
bagi murid SD Materi yang diangap porno ini berada pada Bab Lima pada soal pilihan ganda. Dalam soal
latihan ada beberapa pertanyaan yang meminta siswa menyebutkan nama alat kelamin laki-
laki dan perempuan. "Ini jelas sangat tidak pantas untuk siswa SD.
Hal lain juga terjadi dalam mata pelajaran pendidikan jamani dan kesehtan,yang
menimbulkan kegusaran bagi pelajar muslimah terutama dalam beberapa praktek olahraga
yang menyebabkan para pelajar tidak menutup aurot,sehingga menimbulkan pro dan
kontra ditengah masyarakat.
Belum lagi pengaruh arus global yang tanpa batas,semua serba bebas sebagaimana
terjadi di Negara barat, dampaknya cukup terasa bagi orang tua, sehingga memunculkan
kehawatiran yang mendalam, maka sering kita jumpai warnet-warnet banyak dipenuhi
anak-anak berseragam sekolah yang menjadikanya tempat mesum, na’udubillah.

Konsep Pendidikan Berbasis Tauhid

Tugas membangun pendidikan berbasis tauhid ini bukan monopoli atau tanggung
jawab para guru semata. Ini adalah tugas kita bersama. Beberapa langkah berikut
diharapkan mampu memberikan satu jawaban konsepsional dan praktik sekaligus.

Pertama, bermujahadah dalam mentadabburi, mentafakkuri kandungan kitab suci al-
Qur’an dan mengamalkannya secara massal bahkan kolossal. Tidak bisa hanya pribadi, atau
kelompok semata. Tetapi harus serempak dan sinergis berkesinambungan.

Kedua, meninggalkan paham anthroposentris dan segera menuju pada paham tauhidi.
Sebagaimana atsar sayyidina Ali bahwa, akal dan wahyu ibarat dua tanduk yang tidak bisa
dipisahkan apalagi dipertentangkan. Maka, tidak ada ruang bagi jargon, agama jangan
pakai akal, atau pun akal tidak perlu agama, sebagaimana kampanye para pemikir Barat
kontemporer yang dipelopori oleh Rene Descartes dengan cogito ergo sum-nya.

Ketiga, seluruh umat Islam berkewajiban meningkatkan kepekaan atau sensitivitas terhadap
kondisi umat Islam secara menyeluruh, sehingga lahir kepedulian yang tinggi untuk
bersama-sama mengambil peran dalam menjawab tantangan zaman.

Keempat, mulailah satu gerakan walau kecil untuk mencintai dan memakmurkan masjid.
Setidaknya dengan cara meramaikan pelaksanaan sholat jama’ah di masjid lima waktu,
meningkatkan kuantitas dan kualitas kegiatan keilmuan di masjid, bahkan mungkin kegiatan
ekonomi di masjid.

Kelima, setiap muslim hendaknya meningkatkan kualitas diri dengan mempertajam bekal
keilmuan ukhrowi dan duniawi sekaligus. Kita tidak boleh hanya paham satu ilmu dan lali
terhadap ilmu yang lain. Bukankah para nabi kita adalah orang yang ahli dalam ilmu-ilmu
ukhrowi dan duniawi sekaligus. Begitu pula para alim ulama kita di masa lalu. Ibn Sina pakar
kesehatan juga ahli hadis. Fakhruddin al-.Razi pakar sastra, tafsir, bahkan juga logika. Imam
Ghzali pakar filsafat sekaligus seorang sufi. Nah, saatnya beralih menuju pendidikan berbasis
tauhid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar